
WNI Terlibat Kasus Perampokan di Jepang Menyoal Akar Masalah dan Tantangan Sosial-Budaya
Kasus terbaru yang melibatkan tiga Warga Negara Indonesia (WNI) di Jepang menambah daftar panjang persoalan hukum yang menimpa diaspora Indonesia di negeri Sakura. Ketiganya diduga terlibat dalam kasus perampokan yang terjadi pada Januari 2025 di Hokota, Prefektur Ibaraki, dan baru ditangkap oleh otoritas Jepang pada akhir Juni 2025. Meski mendapat pendampingan hukum dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, kasus ini memicu perbincangan serius: apa yang sebenarnya menjadi akar masalah di balik meningkatnya keterlibatan WNI dalam tindakan kriminal di Jepang?
Mereka kini ditahan di beberapa wilayah hukum di Prefektur Ibaraki dan sedang dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Pemerintah Indonesia memastikan mereka telah didampingi pengacara dan akan terus memantau kondisi fisik maupun psikologis para tersangka.
Baca Juga : Keamanan Pasien Terjamin, Operasional Layanan Farmasi Tidak Terganggu
Namun, persoalan ini lebih dari sekadar pelanggaran hukum. Beberapa waktu sebelumnya, publik dihebohkan dengan aksi pemasangan bendera perguruan silat di sebuah jembatan di Jepang oleh sekelompok WNI, dan ini
Hidup di Jepang tidak bisa disamakan dengan di Indonesia.
Menurut peneliti kependudukan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hubungan ketenagakerjaan antara Indonesia dan Jepang menjadi konteks penting yang harus diperhatikan. Jepang membuka peluang kerja bagi ribuan pekerja migran Indonesia setiap tahun, namun belum seluruhnya dilengkapi dengan program adaptasi sosial yang efektif. Pemerintah Indonesia pun dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pembinaan, pelatihan, dan pendampingan diaspora di luar negeri.
Selain itu, penguatan komunitas diaspora yang sehat dan positif menjadi penting untuk mencegah penyimpangan atau terjerumus ke dalam lingkungan negatif.
Peristiwa-peristiwa ini menjadi peringatan bahwa menjadi warga negara global memerlukan kesiapan lebih dari sekadar visa kerja. Ini menuntut kesadaran hukum, adaptasi budaya, dan dukungan sistemik dari negara asal. Jika tidak, kejadian serupa bisa terus terulang, dan citra Indonesia di mata dunia pun bisa ikut tercoreng.
